Jumat, 12 Juli 2013

Marry_Marek Halter






Cianjur, 6 Desember 2012
“Baca antologi cerpen, Gilalova5_Curhat Anak Bangsa. Ada beberapa karya yang kurang banget deh… hehe… gile, bisa terbit aja… hadeuh!” Najm mengirimiku sms.
“Baru saja aku berpikir mendalam, merenungkan kehebatan pikiran kawan-kawan FLP Cianjur, terutama dirimu. Kita telah memiliki standar tinggi tentang “karya bagus” sementara kita baca karya-karya yang terbit tidak memuaskan. Maka, tinggal selangkah lagi menuju kesuksesan. Gencarkan motto kita, MARI BERKARYA. Show the world, that we can do better than else!”
“Hohoho… siph, keren! Mari…”
Aku tertegun karena kata-kataku sendiri. Tak dapat kusangkal, aku belum melahirkan satu buku pun. Ini ancaman! Ah, aku tak mau melanjutkan kepedihanku. Jadi, palingkan mukaku sekarang ke meja kerja. Aku belum menjadi Penulis, tetapi aku Sipenikmat bacaan, pikirku.
Buku di hadapanku kini, Stones Into School (Greg Mortenson), Samita (Tasaro) dan Mary (Marek Halter). Aku meminjam semuanya dari Rumah Baca Buku Kita malam kemarin. Seperti biasa, Najm pemilik perpustakaan mempersilakan aku melahap semuanya dengan penuh harap, aku dapat berbagi hasil bacaanku.
“Hari ini, aku selesai membaca, Mary. Lebih tepatnya, terpaksa menyelesaikannya. Seperti seorang rakus yang melahap makanan di mejanya tanpa mengindahkan aturan.” Kali ini aku yang mengirim sms.
Naha terpaksa?” tanya Najm.
“Hem, aku sedang rakus, mencari yang kubutuhkan meski belum tahu persisnya apa. Aku tidak benar-benar ingin tahu setiap detail isinya. Aku hanya penasaran bagaimana “syetan” yang menghidupkan makhluk-makhluk dalam kertas itu menuliskannya. Mary. Buku yang sangat hidup dan memerangi keyakinan.”
Aku yakin Najm melongo. Terutama dengan istiah “syetan” yang kupakai. Siapapun boleh tidak suka dan silakan ganti istilah yang sepadan_yang lebih baik. Sementara aku akan melanjutkan bacaan di buku ke dua, karya penulis Indonesia. Samita. Tahun 2010, aku pernah menemui sang penulis di Saungnya, di punggung Gunung Geulis, Jatinangor. Dan aku mengaguminya.
“Nafas Kristiani kah?” Najm mengusikku. Akhirnya aku urungkan niat untuk membaca dan lebih memilih sahabat untuk kulayani.
“Buku Mary dilahirkan dengat sangat hidup. Dan karya-karya seperti inilah yang berpotensi menjadi penggerak.”
“Wah, wah, aku salah beli kah? Maksud penggerak di sini bagaimana?”
“Ini pembual yang menciptakan Maria melalui diri Mary dan bayinya yang tak berbapak, melainkan Tuhan mereka, Yahweh. Intinya, buku ini menekankan, wanita boleh tidak menikah seumur hidupnya. Ajaran ini diyakini tokoh utama, Mary, sebagai teladan dalam seluruh isi buku.”
“Aku pikir tidak salah beli. Sudah ada yang mengatur, agar kita mengetahui isinya. Aku sangat berterima kasih Teteh sudah meminjamkan.”
Tak ada lagi sms masuk. Aku tahu sekarang waktunya masuk kelas. Dan aku bersemangat mengetik Catatan Harian  sambil mengawasi anak-anak yang sedang UAS.
***
“Layaknya sebuah kisah yang mengubah nasib dunia, buku ini mengandung kemegahan sejarah yang ditulis dengan intensitas mengagumkan sampai masuk ke dalam alam pikiran karakter-karakternya. Sebuah epik yang tak boleh dilewatkan.” Inilah testimony Andrea Hirata. Dan buku ini Best seller Perancis: 100.000 eksemplar dalam 2 bulan. Siapa yang tidak tergiur utuk membeli? (Najm) dan membacanya (Aku). Selain Andrea Hirata, testimony mengagumkan dari orang-orang hebat lainnya pun ada.
Terbukti. Aku hanyut dalam bacaan, sejak paragraph pertama pada Prolog. Mary, Joachim, Barabas dan Abdias sangat membekas dalam ingatan. Juga keseluruhan cerita yang amat hidup, aku benar-benar suka sampai terlena.
Berharap kawan-kawan dapat membacanya pula. Meskipun, bukan roman Islami. Ambil yang baik, buang yang buruk. Semoga bermanfaat.

Kamis, 11 Juli 2013

Van Loon






KISAH ANAK LINTANG 4 LAWANG


Judul : Van Loon
Pengarang : Hengki Kumayandi
Penerbit digital : Pustaka Hanan
Tahun terbit : 2012
Publikasi : Pustaka E-Book
Tata Letak dan Desain :  Tim Pustaka Hanan
Ilustrasi buku : suasana diwaktu fajar, langit setengah gelap, terdapat seorang laki-laki di atas gunung dan cahaya mentari dengan tulisan warna emas.
            Hengki Kumayandi aktif di dunia kepenulisan sejak SMA. Menulis untuk mading sekolah, naskah skenario drama, bahkan pernah mengikuti bengkel cerpen majalah Annida ke IV dan Lingkar Pena Ciputat di UIN Jakarta. Beliau aktif di dunia teater serta aktif di kegiatan komunitas kepenulisan Proyek Nulis Buku Bareng (PNBB).
Beberapa cerpennya pernah dimuat di majalah-majalah. Saat ini, sambil bekerja, penulis juga sedang giat menulis novel. Ada tiga novel yang mendapat sambutan hangat dari pembaca yang pernah ia share di blog dan note Facebook; Novel Vermiste, Bilang Ayahmu Aku Seorang Muslim dan Bram Sang Guru Muda.
          Kisah Van Loon diawali dengan pertemuan antara Ivan dan Berik. Berik sangat memusuhi Ivan karena Ivan memiliki fisik Belanda sehingga dianggap sebagai penjajah. Peperangan hebat pun terjadi antara mereka. Sementara Pipen sahabat Ivan yang ternyata adik Berik berpihak kepada Ivan. Lewat merekalah penulis menunjukan arti persahabatan yang sesungguhnya. Selain Pipen juga ada sahabat setia bernama Ray yang awalnya ditolak keras oleh Pipen karena sifat feminimnya yang persis waria. Meskipun banyak perbedaan namun mereka bahagia menghabiskan hari bersama-sama. Sampai Konflik 3 sahabat itu muncul, ketika kelebihan masing-masing menuntut untuk dihargai. Mereka sama kesal dan marah, tetapi penulis mampu menawarkan solusi menarik hingga masalah mereka tuntas. Kemudian muncullah sosok Huzay sang bintang yang membuat hati Ivan terpincut, jatuh cinta sampai ujung cerita. Namun seiring dengan tumbuh dan berseminya rasa cinta itu, Ivan memilih pergi meninggalkan hatinya demi “sebuah pencarian”. Pada Masa SMA, pencarian Ivan akan statusnya sebagai anak kandung Umak semakin dipertanyakan. Juga hasrat untuk mencari Ayah kandung semakin menggebu-gebu. Akhirnya dia rela meninggalkan kampung halaman serta cinta Huzay demi mencari Sang Ayah ke Jakarta atau mungkin sampai ke negeri Belanda, mengingat fisiknya yang mirip sekali dengan orang Belanda. Cerita berlanjut di Jakarta. Perjalanan Ivan penuh kendala. Namun hal ini membuat Ivan, Pipen dan Ray yang sempat terpisah kembali bersama-sama, bahkan Lin dan Huzay rela menyusul Ivan ke Jakarta untuk mendukung Ivan ketika didalam penjara. Pasalnya Ivan bersikeras memperjuangkan naskah scenario karyanya yang dijiplak oleh Nadya Nirmala. Dari konflik naskah scenario inilah, Ivan mendapatkan jalan menuju akhir pencarian. Sang Ayah (Van Loon) pun ditemukan dengan ujung yang mengharukan.
Plot/alur : Kemampuan pengarang dalam memaparkan plot/alur dengan sangat baik merupakan salah satu kekuatan novel ini. Alur maju dan alur mundur yang disajikan dalam novel ini mudah dipahami, menarik dan membuat penasaran pembaca.
Penokohan, watak : Beginilah sifat anak Lintang, keras sekeras baja dan tak akan mudah menyerah. Wajar saja jika mereka memiliki pribahasa yang dijunjung tinggi “NEDO MUNOH MATI JADILAH”. Tidak membunuh, matipun jadi. Itulah cuplikan novel Van loon yang sangat khas.
Penokohan antara protagonis dan antagonis sangat jelas dan dari setiap sifat mereka memiliki alasan kuat yang manusiawi sehingga pembaca dengan mudah dapat menerima yang baik ataupun yang salah.
Tokoh Ivan, Pipen dan Ray merupakan tokoh sentral yang mempunyai tekad baik dan rela berkorban. Kesempurnaan watak mereka diwarnai oleh tokoh lain yang berwatak berbeda. Seperti Berik yang terus memusuhi Ivan karena dianggap keturunan Belanda (penjajah), dan Nadya Nirmala yang berbuat licik telah menjiplak karya Ivan dan menuntut Ivan hingga masuk penjara. Selain itu, setiap tokoh seperti Elun, Huzay, Umak, dll. memiliki watak yang sangat kuat. Pengarang mampu menampilkan setiap tokoh menjadi diri mereka sendiri. Salut.
Sudut pandang maha tahu yang digunakan dalam novel ini juga mendukung keseluruhan cerita. Sang pengarang yang memaparkan setiap kejadian melalui pengamatan setiap tokoh (orang ketiga) membuat pembaca turut terlibat kedalam suasana yang diciptakan.
Amanat : novel ini sarat dengan amanat, terutama mengenai perbedaan. Seperti Ivan yang terlahir bule harus tinggal ditengah-tengah masyarakat Melayu, juga Ray yang pernah menjadi banci/waria. Adapun amanat yang terdapat dalam novel ini diantaranya kita harus bersikap qanaah (menerima keadaan diri sendiri), berbakti kepada Orang tua, setia kawan, peduli terhadap kesulitan orang lain, optimis dalam menjalani hidup, menghargai pilihan dan kuat dalam mempertahankan hak dan kebenaran. Amanat-amanat tersebut terungkap jelas dengan tindakan dan sikap yang setiap tokoh mainkan.
Akhir cerita yang terkesan cepat dan mudah ditebak menjadi salah satu kelemahan novel ini. Sejak pertemuan tokoh pertama dengan gadis bule yang baru ditolongnya langsung menimbulkan kecurigaan pembaca. Bahwa dialah kerabat yang memiliki hubungan dengan Ayah yang dicari-cari. Selain itu, ada beberapa kata yang salah, seperti menulia yang seharusnya menulis (hal.42). Akan tetapi, hal tersebut tidak mengurangi keunggulan novel ini. Ending tetap dinanti pembaca untuk mengetahui jawaban dari rasa penasaran yang sudah diobok-obok pengarang dengan konflik-konflik yang disajikan.
Jika Anda membaca novel ini mungkin Anda akan terkesan dengan kepribaadian setiap tokoh juga panorama Sumatera dengan sungai jernih dan ladang kopinya. Selain konflik yang berani juga solusi-solusinya yang menarik, penempatan bahasa daerah asli Sumatera dalam novel ini sangat tepat hingga memperkuat karakter tokoh sebagai pribumi asli dan Anda pun ikut hanyut dalam suasana Sumatera yang asri. Dan dengan berbagai bahasa pula, novel ini semakin segar dan berwarna.
Bukan sekedar memberitahukan, tetapi dalam novel ini penulis  mampu menunjukkan bagaimana para tokoh berbuat. Membaca aliran kata-katanya juga menikmati penuturannya akan membuat Anda melihat dan terlibat dalam adegan yang disajikan. Selamat membuktikan dan menikmati kisah Van Loon yang sayang sekali bila terlewatkan! (Pen.Neehaya)


Rabu, 10 Juli 2013

S.U.W.U.N.G


Lihat dari fotonya saja sudah bisa ditebak, aku mau berceloteh tentang apa dan siapa.
Novel S.U.W.U.N.G karya Hendra Purnama.
Ini memang sangat TERLAMBAT karena aku menikmati sensasinya terlalu lama. Sensasi apa? Tentu saja, efek bacaan terutama novel. Biasanya sampe beberapa jam, hari, atau pecan saja, tapi Suwung anehnya tidak cukup dalam hitungan pecan. Bahkan terus terang saja, sampai sekarang masih dalam kondisi memburu. PENASARAN.
“Suwung? Apaan sih?”
“Emang beneran ada gitu orang yang berkepribadian ganda?”
Percaya nggak percaya, itu yang aku ributkan dengan Najm Layla.
Singkat cerita : Irwan adalah cinta pertama Zaki yang ternyata malah berjodoh dengan Nisa, sahabatnya. So, Zaki mundur dan menghilang cukup lama. Selama masa hilang inilah, dia bertemu Indra. Menggemaskan karena Indra mencintainya. Sedangkan Zaki? Entahlah, yang jelas dia masih memendam harapan kepada Irwan.
Adakah yang lebih agung selain:
Mengingat sepasang bola mata yang menyimpan telaga?
Mata yang membuat lelaki sepertiku:
Begitu damba untuk tenggelam di dalamnya.
Indra.

Sekejam itukah waktu menjalankan tugasnya
Sekedar memberi dan mengambil kembali apa yang ia ciptakan dan anugerahkan
Ia tak lebih kejam daripada seseorang yang memberikan itu semua kepadanya
Yang tak berhak memiliki sebelum waktunya.
Zaki.

Hehe apa maksudnya niy? Jujur aku bleng kalo harus menerjemahkan puisi. Yang jelas itu bahasa perasaan mereka. Dan aku pajang di sini karena aku suka. Puisi Indra mengingatkan aku sama lirik lagu Iwan Fals, “ingin kucongkel bola matamu, cantik” hihi serem dan bikin merinding. Sedangkan puisi Zaki mengingatkan aku pada sesuatu yang memang “tak berhak memiliki sebelum waktunya” itu bikin kelepek-kelepek.

Lanjut cerita: Indra menderita Split Personality, Nisa menemui ajal yang tragis di peternakan babi. Sedangkan Irwan diincar sampai akhirnya menyusul Nisa. Ironis. Karena Nisa dan Irwan adalah sosok yang soleh. Lalu Airin_psikolog yang masih mengejar S2_sebagai sahabat semuanya, berusaha memberikan pertolongan yang terbaik.
Endingnya, Indra sembuh. Lalu, pertanyaan besar pun tumbuh. Jadi, Indra masih cinta nggak sama Zaki? Berjodoh nggak sih mereka? Aku haraf Airin professional. Karena selama ini dia yang paling aku kagumi. Tapi kalo akhirnya dia memberikan hatinya untuk Indra sebagai obat, hm, kecewa sih. Tapi manusiawi.
Aku nantikan lanjutannya, Kang! ^_^
Ketika buku Suwung yang dipesan langsung dari Kang Hendra ini, sudah sampai di rumah. Aku sudah melahap habis sebenarnya. Dapet minjem dari rekan FLP. Tapi masih belum bisa berkata apa-apa, bukan tidak paham atau pura-pura bego, tapi itu tadi sensasinya kalau novel bawa-bawa psikologi.
Terlalu sederhana kalau novel ini hanya dikatakan berisi cerita tentang cinta, atau tentang teka-teki kehidupan yang menerjemahkan benang merahnya seperti di kasus detektif atau bahkan horror karena di dalamnya terdapat episode menyeramkan yang bikin syaraf-syarafku racung. (atau emang dasarnya saja aku penakut hihi).
Namun, hal yang jelas tidak aku temukan adalah sensasi humor. Nyaris dari bab awal sampai akhir aku lupa untuk tertawa, dan memang tidak ada yang perlu ditertawakan kecuali senyum penuh rahasia. Senyum penuh kenangan cinta. Jadi, kupikir novel ini mungkin akan menjadi sandingan Lupus. Ya, ketika Lupus dkk. bisa membuatku terpingkal-pingkal, maka INDRA PRATAMA yang menjadi tokoh utama dalam Suwung ini membuatku berdebar-debar. Kenapa?
Aku jatuh cinta pada karakternya. Pandangan sinisnya, sejak dialog dengan Irwan, di bab 9 halaman 70-77 mampu mencuri perhatianku. Kalian mau tahu apa yang mereka bicarakan? Baca saja! Yang jelas dia sangat mewakili isi pikiranku yang selama ini tak pernah terdefinisikan. Sedangkan dia dengan santai mampu mengungkapkannya lewat dialog serta puisi-puisinya yang bikin serrrr… hehe.
 Semakin mendekati akhir, aku semakin merasa aneh sama tokoh Indra yang memang ditumpangi sosok Sulisati. Aku khawatir, sebenarnya aku lebih suka Sulisati. Kehadirannya seolah mewakili ribuan manusia tentang makna mencintai yang sesungguhnya. Seolah dialah manusia yang benar-benar memiliki cinta sejati terhadap lawan jenis.
Aku sering sebenarnya mendengar wujud kesetiaan laki-laki terhadap sosok perempuan yang dicintainya, Tapi tidak dengan ujian yang dialami Indra. Ujiannya seperti apa? Baca saja Suwungnya dari awal, bahkan dari novel pertamanya kalau mau_Masihkah Senyum Itu Untukku_hehe jadi, sekalian promosi niy. Padahal aku bukan sales Kang Hendra kok!
Ah, sederhana sebenarnya_ujiannya adalah Suwung_mungkin.
Terus, buat kamu yang cewek, pasti bakal ngerasa iri deh sama sosok AFRINA ZAKIAH. Dialah yang dicintai Indra hingga janji cintanya sangat ekstrim.
Bayangin aja, perjanjian antara Adam atau Iblis dengan Allah. Sampai kiamat pun dua makhluk ini setia dan akan berusaha memenuhi janjinya sampai mati. Ya, memenuhi janji itulah yang akhirnya menjadi tujuan hidup mereka. Nah, Indra juga punya janji sama Tuhannya. Dan janjinya adalah “... terhadap Zaki.” yang baca Suwungnya bener, pasti manggut-manggut. Pokoknya cinta tiada berujung. gitu.
Uniknya, aku sebel banget sama Zaki, sekaligus jatuh cinta pada sosoknya. Dia tega nian, pikirku. Karena telah memaksakan kehendak sendiri dan menyia-nyiakan Indra. Tapi lagi-lagi ini tentang kesetiaan pada cinta. Zaki dan Indra sama-sama teguhnya, soal siapa yang ingin dicintainya. Teladan yang bagus sekaligus gila, memang. Yah, daripada cinta Cuma dengan embel-embel, mending kayak mereka, jujur-natural. Aku suka Zaki karena kepolosannya juga kebiasaannya yang jago bikin sketsa. Menurutku dia menggemaskan.
Lalu tiga sosok lagi yang mewarnai hubungan Indra-Zaki.
Irwan dan Nisa udah almarhum, dan Airin yang menjadi gantar . Ketiganya menjadi tokoh penting yang menjadikan kisah Suwung ini utuh. Ibaratnya makanan bergizi seimbang, Indra-Zaki adalah karbohidrat, Irwan-Nisa, protein dan Airin adalah mineral. Haha analogi yang buruk. Tapi cukup mewakili.
Point penting yang aku temukan : entah ini salah atau benar, toh ini Cuma suara penikmat bacaan. Sebentar, rasanya aku merutuk sendiri, kenapa sih Penulis Suwung ini gak langsung aja diajakin cuap-cuap di Cianjur? Padahal jarak Bandung-Cianjur nggak seberapa. Hm, aneh!
Begini, aku akhir-akhir ini disibukkan dengan riset untuk menunjukkan setting yang detail, tapi nyatanya di Suwung ini, untuk setting porsinya gak terlalu mendetail. Tahu sih, di daerah bagian Bandung tapi gak sampe nyebutin nama kampus, alamat rumah dan semacamnya, jenis mobil yang dipakai Airin pun aku gak tahu tapi gak peduli tuh, yang penting mobilnya nyampe tujuan. Dan nyatanya novel ini tetep asyik, malah setting ibarat sebagai keterangan saja yang kadang gak penting, asal tokohnya tetep hidup, hihi. (pikiran agak sesat niy).
Nah, penokohannya yang aku pikir mampu menyedot konsentrasi. Indra, Zaki, Irwan, Nisa dan Airin dan semuanya benar-benar hidup. Sempet curiga, ini yang nulis cowok atau cewek kok tahu banget?! Hehe. Tanggung jawab niy, aku jatuh cinta sama semua tokoh “gizi seimbang” ini.
Terakhir, efek baca novel Suwung aku merasa lebih manusiawi. Maksudnya begini, dalam menilai seseorang itu gak bisa dari sudut pandang yang melulu harus ideal. Keidealan yang nggak sempurna itu udah sifat dasar manusia. Jadi, lewat Indra aku merasa ditawarkan sebuah sikap yang lebih keren. Menerima dan tetap setia. Mungkin inikah yang dimaksud dengan tawakal?
Lalu tentang makna Suwung itu sendiri, bagi aku yang awam anggap saja sederhananya sebagai sesuatu yang gila atau gak normal. Namun kadang disadari atau tidak hal itu selalu dibutuhkan dalam kondisi tertentu. Dan kegilaan adalah milik semua orang. Hanya cara mengekspressikannya saja yang berbeda-beda, mungkin karena pengaruh tujuannya. So, apa tujuan hidup kamu? Jangan sampe kegilaanmu sia-sia Cuma karena tujuannya salah.
Pesan: satu novel lagi dong! Kupas-tuntas akhir cerita cinta Indra Pratama dan Afrina Zakiah. *_* (jangan bilang wani piro haha, aku pasti jawab wani ngaos).
Well, ini celotehku tentang Suwung dan Kehidupannya_belum tentang penulisnya, hehe. Salut dan kagum sama karyamu, Kang! Bersyukur sekali bisa mengenal Indra, Zaki dkk. sekaligus mengenalmu.

Cianjur, 10 Jan’ 2013_Deff Neehaya.